Kamis, 03 Februari 2011

Workshop Bisnis Islami dengan tema "Panduan Implementasi Syariah dalam Bisnis"


Bismillah 
Allahamdulillah kamis 3 Februari 2011 kemaren mengikuti Workshop Bisnis Islami dengan tema "Panduan Implementasi Syariah dalam Bisnis" dengan Nara sumber Drs.M.Farid Tri yang merupakan Direktur Indonesia Islamic Busness Forum dan Ir.M. Rosyidi Azis seorang Young Entrepreneur Al-Azhar. 

Mengapa seorang pengusaha harus berbisnis sesuai dengan syariah? Mungkin itu pertanyaan yang banyak diuangkapkan para pengusaha maupun calon pengusaha. Toh dengan sistem Ekonomi yang sudah ada pun cukup, bahkan mengalami pertumbuhan sebesar 6,3%, laju inflasi mampu ditekan sampai pada 6,25%, suku bunga rata-rata 8,0%, nilai tukar rupiah rata-rata Rp.9.135,- per USD, cadangan devisa sebesar 52,8 miliar USD, IHSG berhasil menembus level psikologis 2.000 seperti yang dilansir pemerintah Indonesia akhir-akhir ini. Sistem ekonomi termasuk di dalamnya bisnis yang sekarang (baca: kapitalis-liberal) dan banyak diadopsi orang, perusahaan dan berbagai negara ini adalah konsep terbaik. Lalu mengapa harus kembali kepada syariah? Jawaban nya antara lain adalah karena keimanan. Keyakinan bahwa manusia adalah ciptaan Allah swt dan akan kembali kepada-Nya dengan sebuah pertanggungjawaban (yaumul hisab), secara pasti akan membuat manusia taat atas segala yang dilarang dan diperintahkan oleh-Nya. Keimanan pula yang membuat seseorang yakin akan janji-janji Allah sekaligus dampak buruk yang akan menimpanya akibat meninggalkan perintahnya atau melakukan apa yang dilarang-Nya. Keimanan ini yang membuat bisnis yang dilakukan akan menjadi berkah dunia akhirat.

Maka bandingkan antara bisnis Islami vs bisnis yang tidak Islami (konvensional sekuler) :
  1. Asas : Aqidah Islam (nilai-nilai transendental) vs asas Sekularisme (nilai-nilai material).
  2. Motivasi : Dunia - akhirat vs Dunia.
  3. Orientasi : Profit dan Benefit (non materi/qimah), Pertumbuhan, Keberlangsungan, dan  Keberkahan vs Orientasi : Profit, Pertumbuhan, dan Keberlangsungan.
  4. Strategi Induk : Visi dan misi organisasi terkait erat dengan misi penciptaan manusia di dunia vs Visi dan misi organisasi ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material belaka.
  5. Manajemen/Strategi Fungsional Operasi/Proses : Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, Mengedepankan produktivitas dalam koridor syariah vs Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, Mengedepankan produktivitas dalam koridor manfaat.
  6. Manajemen/Strategi Fungsional Keuangan : Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan vs Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan.
  7. Manajemen/Strategi Fungsional Pemasaran : Pemasaran dalam koridor jaminan halal vs Pemasaran menghalalkan cara.
  8. Manajemen/Strategi Fungsional SDM : SDM profesional dan berkepribadian Islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM bertanggung jawab pada diri, majikan dan Allah SWT vs SDM profesional,
  9. SDM adalah faktor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri dan majikan.
  10. Sumberdaya : Halal vs Halal dan haram.
Menurut Bapak Farid kehancuran suatu usaha bisnis bisa disebabkan karena menyalahi syariah, oleh dua hal yaitu kesalahan akad dan bersentuhan dengan riba. Masya Allah ternyata akad pun harus sangat diperhatikan, begitu pun riba Allah jelas-jelas telah mengharamkan riba. Bila sebuah bisnis tidak mendapat keridhoan Allah sangat mungkin bila menuju kehancuran.Ketidak berkahan atau ketidak ridhoan Allah atas amal bisnis dapat terjadi ketika bisnis dijalankan sesuai dengan Syariah Allah. Maka merupakan sebuah kunci mengetahui dan apa saja syariah-syariah Allah yang berhubungan dengan muamalah.Sesungguhnya siapapun yang taat kepada Allah di dunia, maka kemuliaan Allah menyelamatkannya di akhirat nanti.

Fiqih muamalah pun dibahas, namun mengingat waktu yang terbatas maka terbatas pula pembahasan, diperlukan pertemuan-pertemuan lain yang lebih. Secara istilah (terminologis) berarti ilmu tentang hukum-hukum syara' yang amaliahnya di gali dari dalil-dalilnya yang terperinci.Fiqih Muamalah mencakup segala hukum-hukum syara' yang berkaitan dengan pengelolaan harta benda (tasharruf fi al-maal). 
 
Macam Muamalah dilihat Dari Aspek Akad
  1. Muamalah tanpa akad (dilakukan sepihak, tanpa perlu ijab kabul), seperti hawalah (pengalihan utang kepada yang wajib menanggungnya), dhoman (penjaminan), kafalah (penjaminan utang), wasiat, dll.
  2. Muamlah dengan akad (dilakukan para pihak yang berakad dan harus ada ijab qabul), seperti jual beli, ijarah (pemanfaatan sesuatu (barang/jasa) dengan kompensasi tertentu seperti sewa atau upah), syirkah (kerjasama usaha), dll
Pengertian Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan (ar-rabthu), pengukuhan (al-ihkam), penguatan (at-taqwiyah). Aqada al-hablani, artinya dia mengikat yang satu dengan yang lain.
Akad menurut istilah syari'i artinya ikatan ijab dengan qabul yang sesuai dengan hukum syara' yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad.

Rukun Akad
Rukun Akad terdiri dari :
  1. Al-Aqidani (dua pihak yang berakad)
  2. Mahallul Aqad (sesuatu yang menjadi objek akad) dan adanya
  3. Shighat Aqad (pernyataan ijab qabul)
Ketentuan tentang Al-Aqidani
  • Harus layak melangsungkan akad, yakni baligh dan berakal, atau minimal mumayiz tapi tergantung izin dari pihak yang bertanggung jawab atasnya.
  • Secara syr'i berwenang melangsungkan akad
  • Salah satu atau keduanya bisa atas nama sendirinya sendiri atau mewakili pihak lain.
Ketentuan tentang Mahallul Aqad
Sesuatu yang didalamnya ditetapkan berlaku implikasi akad dan hukum-hukumnya. Seperti barang yang dijual dalam akad bay' (jual beli), utang yang dijamin dalam akad kafalah, proyek/kegiatan bisnis untuk mendapatkan keuntungan dalam akad syirkah (kerjasama usaha).

Ketentuan tentang Shighat Aqad (Ijab Qabul)
  1. Ungkapan timbal balik yang menunjukkan kesepakatan kedua pihak
  2. Redaksi lafzhiyah yang mngungkapkan kehendak kedua pihak dalam melangsungkan akad
  3. Harus dinyatakan secara jelas
  4. Ijab harus menunjukkan kepastian, karenanya biasa menggunakan lafal lampau (madhi). Jadi tidak menggunakan kalimat masa depan, seperti 'saya akan membeli'.
  5. Bisa dengan ucapan, tulisan, pratek yang menunjukkan deal/kesepakatan (bi at-ta'atha), dengan isyarat, dsb.
  6. Ijab dan Qabul harus bertautan dalam satu majelis. Tidak boleh ada jeda antara Ijab dan Qabul. 

Tidak ada komentar: